Selasa, 24 April 2018

[REVIEW] Tentang Cinta Yang Tak Lagi Sama : Memori


Judul: Memori
Penulis: Windry Ramadhina @beingfaye
Editor: eNHa
Desain sampul: Jeffri Fernando
Penerbit: @gagasmedia
ISBN: 979-780-562-x
Cetakan pertama, 2012
Tebal Buku: 304 halaman



Sinopsis

Cinta itu egois, sayangku. Dia tak akan mau berbagi. 
Dan seringnya, cinta bisa berubah jadi sesuatu yang jahat. Menyuruhmu berdusta, berkhianat, melepas hal terbaik dalam hidupmu. Kau tidak tahu sebesar apa taruhan yang sedang kau pasang atas nama cinta. Kau tidak tahu kebahagiaan siapa saja yang sedang berada di ujung tanduk saat ini. 
Kau buta dan tuli karena cinta. Kau pikir kau bisa dibuatnya bahagia selamanya. Harusnya kau ingat, tak pernah ada yang abadi di dunia—cinta juga tidak. Sebelum kau berhasil mencegah, semua yang kau miliki terlepas dari genggaman. 
Kau pun terpuruk sendiri, menangisi cinta yang akhirnya memutuskan pergi.


*****


Mahoni seorang arsitek yang bekerja di Virginia terpaksa harus kembali ke Indonesia karena berita duka—kematian Ayahnya. Awalnya ia berniat ke Indonesia hanya untuk sesaat. Namun, rupanya prediksinya tidak tepat. Sebuah tanggungjawab baru yang menurutnya adalah bencana di hidupnya terpaksa ia terima.


Mahoni berusah keras menyesuaikan diri dengan ritme baru yang terjadi di kehidupannya. Ternyata, takdir mempertemukannya dengan seseorang di masalalu. Seseorang yang punya andil besar dalam stabilitas hatinya.


Segalanya semakin rumit. Saat Mahoni dihadapkan pada pilihan yang menurutnya sulit dan membuat hatinya sakit.


*****

Buku yang menggunakan sudut pandang orang pertama ini erat kaitannya dengan dunia arsitektur. Tokoh utama yang merupakan seorang arsitek membuat pembahasan mengenai arsitektur sangat kental. Pembahasan mengenai berbagai jenis desain, sejarah arsitek, tokoh-tokoh yang berpengaruh serta pembahasan pekerjaan lapangan digali dengan sangat  detail dan tidak sekedar tempelan.


Karakter tokoh Mahoni yang idealis, cukup membuat saya terkesan. Saya merasakan emosi Mahoni yang kaku terhadap klien mengenai desain. Mahoni mendesain demi idealisme sementara tokoh Simon dan yang lain kebalikannya, perbedaan inilah yang menciptakan situasi yang menarik dalam lingkup pekerjaannya.


Sementara itu, kehadiran tokoh Sigi—adik tirinya, menciptakan suasana kaku yang berubah menjadi mengharu biru. Sayangnya, saya merasa ada yang kurang pada saat Sigi mengalami kesedihan mendalam. Bagaimana Sigi bangkit dari kesedihan saya rasa kurang diperjelas walaupun sekilas.


Saya kira, konflik keluarga akan selesai ketika Mahoni mulai menerima Sigi walaupun belum sepenuhnya. Namun, saya salah. Kemunculan tokoh Mae sang ratu drama yang masih terjebak dalam pengasihanian diri sendiri sempat membuat Mahoni dilema antara Sigi atau Ibunya.


Puncak dari konflik adalah ketika Mahoni berada di situasi terpojok. Saat hatinya masih pada Simon namun kenyataan seolah tidak memungkinkan. Dengan menggunakan alur campuran, kenangan-kenangan bersama Simon membuat Mahoni gelisah. Apa yang belum terselesaikan seolah menuntut akhir kisah.


Buku yang mengaduk emosi ini tidak hanya mengambil setting Metropolitan Jakarta melainkan juga di Yogyakarta. Pengambilan setting yang berbeda saya rasa detail yang dijabarkan untuk mendukung suasananya cukup kentara.

Membaca novel ini saya memetik banyak hal diantaranya adalah : berdamai dengan masalalu, pentingnya kompromi dan juga kita tak akan bisa memaksakan agar setiap orang merasa bahagia karena kebahagiaan adalah pilihan masing-masing individual. Bagaimana menghadapi masalah dan mengatasi gejolak hati adalah kunci menuju bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar