Penulis : Lilian Chan
Penerbit : @penerbitharu
Penerjemah : Yudith Listiandri
Tebal : 192 halaman
Blurb
Tessa Goh bermimpi untuk menjadi seorang penulis.
Hanya saja, persaingan menjadi seorang penulis bukanlah hal yang mudah. Dia harus cukup bersyukur untuk menjadi seorang resepsionis di sebuah klinik kecantikan, melayani wanita-wanita kelas atas di Bangsar. Bos yang baik, kolega yang hebat, klien yang menarik. Apalagi yang bisa dia minta?
Ah, mungkin dia bisa meminta seorang pemuda tampan, kaya, dan cerdas sebagai seorang kekasih. Aran Shankar memenuhi semua kriteria itu. Hanya saja, ada masalah yang berkecamuk di dalam kepalanya.
Tessa mulai mendengar pikiran-pikiran orang lain, termasuk ibu Aran. Hal-hal yang jahat dan kejam.
Hanya saja, apakah itu benar-benar pikiran sang ibu, atau itu hanya suara di dalam kepalanya saja?
****
Ini pertama kalinya saya membaca my-novel. Kebetulan kisah yang diangkat memiliki keterkaitan dengan 'sebuah impian' dan percintaan yang menjadi salah satu alasan saya tertarik untuk membaca Voice in My Head. Dua tokoh dengan perbedaan status sosial yang mencolok menciptakan suatu konflik yang cukup kuat. Memang buku ini mengambil tema yang umum namun penulis meraciknya dengan baik dengan menambahkan bumbu persahabatan, impian dan nasionalisme. Persahabatan antara Tessa—Jeff, impian Tessa untuk menjadi seorang penulis serta nasionalisme tokoh yang ada di dalam masa lalu Aran. Saya salut, pada bagian ketika Aran berusaha membangun bisnis namun mengekspos produk dalam negeri. Dan saya juga belajar dari apa yang terjadi pada tokoh Tessa bahwa hidup tidak melulu soal yang dipikirkan orang lain. Terkadang kita harus lebih mencintai diri sendiri agar merasa bahagia.
"Kau menyebutnya kuno. Aku menyebutnya tradisi. Kita punya cara sendiri-sendiri dalam memandang sesuatu." -Halaman 123
"Suatu hari nanti, akhirnya dia akan tahu bahwa terkadang semua yang kita butuhkan adalah cinta." -Halaman 182
Anyway this is one of my favourite quotes. Di tengah kekesalan saya pada karakter Datin Shankar yang kebangetan, buku ini juga menyuguhkan romantisme yang membuatnya seimbang dan bikin mupeng. Ada beberapa kalimat yang quotable dan cukup menyentil. Tiap tokoh memiliki penggambaran yang pas memiliki kelebihan dan kekurangan, terasa nyata dan mudah dibayangkan. Karakter tokoh utama yang unik seolah dan membuat saya bercermin. Selama ini, kita sering kali berpikiran negatif pada suatu hal padahal belum tentu demikian.
"Kau memang tidak tahu, tapi tidak apa-apa. Kau membuatku sadar bahwa yang harus kujalani ini adalah hidupku sendiri. Bukan hidup orang lain." -Halaman 178
Buku yang memiliki cover manis ini menggunakan alur cepat. Saya merasa ada bagian yang agak loncat di bab-bab awal. Namun, tidak terlalu ekstrim. Ending dari buku ini, agak membuat kecewa bagi pecinta happy ending. Tapi, bukan berarti kisah Tessa—Aran sad ending loh, ya?😁
💕3.5/5